Materi V E-Pembinaan Pengembangan Budaya Sekolah dan Etos Kerja Sekolah







Merujuk pada fakta bahwa tidak banyak sekolah yang telah
memiliki program pengembangan budaya sekolah, hal ini menunjukkan
banyak manajemen sekolah yang belum memahami pentingnya budaya
sekolah. Kondisi ini terjadi karena sebagian kepala sekolah belum
memahami dan terampil dalam merencanakan, melaksanakan
pengembangan, dan mengukur efektivitas pengembangan budaya
sekolah. Hal itu tidak berarti kepala sekolah tidak memperhatikan
pengembangannya, karena pada kenyataannya banyak kepala sekolah
yang sangat memperhatikan akan pentingnya membangun suasana
sekolah, suasana kelas, membangun hubungan yang harmonis untuk
menunjang terbentuknya norma, keyakinan, sikap, karakter, dan motif
berprestasi sehingga tumbuh menjadi sikap berpikir warga sekolah yang
positif, hanya saja kenyataan itu sering tidak tampak pada dokumen
program pengembangan budaya sekolah.
Penyebaran dan perkembangannya berproses seiring dengan
perkembangan kehidupan. Stolp dan Smith (1994 ) menyatakan budaya
sekolah berkembang bersamaan dengan sejarah sekolah. Wujudnya
dalam bentuk norma, nilai-nilai, keyakinan, tata upacara, ritual, tradisi,
mitos yang dipahami oleh seluruh warga sekolah. Karena perbedaan
tingkat keyakinan, norma, dan nilai-nilai yang diyakini oleh warga sekolah
telah menyebabkan sekolah miliki tradisi berbeda-beda.
Mata Diklat Pengembangan Budaya Sekolah diberikan kepada
para peserta Diklat Manajemen Sekolah untuk memberikan pemahaman
tentang Konsep Budaya Sekolah, Strategi Pengembangan Budaya
Sekolah, dan bagaimana menyusun langkah-langkah pengembangannya
di sekolah untuk membangun etos kerja yang lebih baik.
Bahan ajar ini menjadi sumber belajar bagi peserta diklat dalam
memahami pentingnya pengembangan budaya sekolah untuk
menciptakan iklim sekolah yang kondusif bagi keberlangsungan kegiatan
pembelajaran.
Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta mampu
menerapkan konsep dan strategi pengembangan budaya sekolah
dengan benar untuk membangun etos kerja yang lebih baik.
Setelah selesai mempelajari modul ini, peserta dapat :
1.     Mengidentifikasi konsep budaya sekolah dengan benar;
2.     Menyusun strategi pengembangan budaya sekolah dengan
tepat;
3.     Melaksanakan langkah-langkah membangun etos kerja dengan
baik.
1.     Konsep Budaya Sekolah
1.1   Pengertian Budaya Sekolah.
1.2    Tujuan dan Manfaat Budaya Sekolah.
1.3    Karakter Budaya Sekolah
1.4    Unsur-unsur Budaya Sekolah
1.5    Peran Budaya Sekolah
2.     Strategi Pengembangan Budaya Sekolah
2.1    Prinsip-prinsip Pengembangan Budaya Sekolah
2.2    Azas Pengembangan Budaya Sekola
2.3    Manfaat Pengembangan Budaya Sekolah
2.4    Langkah-langkah Pengembangan Budaya Sekolah
3.     Membangun etos kerja
3.1    Pengertian Etos Kerja
3.2    Faktor-faktor yang mempengaruhi Etos Kerja
3.3    Langkah-langkah Membangun Etos Kerja
Untuk memperoleh hasil belajar secara maksimal dalam
menggunakan modul ini, maka langkah-langkah yang perlu
dilaksanakan antara lain:
a.     Bacalah dan pahami dengan seksama uraian materi pada
masing- masing pokok bahasan dan subpokok bahasan. Bila ada
materi yang kurang jelas, peserta diklat dapat bertanya pada
tenaga pengajar yang mengampu mata diklat.
b.     Kerjakan setiap tugas latihan untuk mengetahui seberapa besar
pemahaman yang telah dimiliki terhadap materi yang dibahas
dalam setiap pokok bahasan dan subpokok bahasan.
c.      Untuk kegiatan belajar yang terdiri atas teori dan praktik,
perhatikanlah hal-hal berikut ini :
1)   Perhatikan petunjuk-petunjuk yang ada pada tugas latihan
dan evaluasi.
2)   Pahami setiap langkah kerja dengan baik.
3)   Sebelum melaksanakan tugas latihan, identifikasi terlebih
dengan cermat.
4)   Untuk kegiatan latihan dan evaluasi yang belum jelas,
bertanyalah pada tenaga pengajar yang mengampu mata
diklat tersebut.


Dalam setiap kegiatan belajar, tenaga pengajar berperan untuk:
a.     Membantu peserta dalam merencanakan proses belajar.
b.     Membimbing peserta melalui latihan dan evaluasi yang
dijelaskan dalam tahap belajar.
c.      Membantu peserta dalam memahami setiap materi yang ada
pada modul dan menjawab pertanyaan yang diajukan oleh
peserta.
d.     Membantu peserta untuk menentukan dan mengakses sumber
tambahan lain yang diperlukan untuk belajar.
e.     Mengorganisasikan kegiatan belajar kelompok jika diperlukan.
f.       Merencanakan seorang ahli /pendamping tenaga pengajar
apabila diperlukan.


A.          
Text Box: Indikator keberhasilan: Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diklat
dapat mengidentifikasi konsep budaya sekolah dengan benar.
Kebudayaan menurut Koentjaraningrat (2000) merupakan
keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam
rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan miliknya melalui belajar.
Budaya sekolah adalah nilai-nilai dominan yang mendukung atau
falsafah yang menuntun pengembangan kebijakan sekolah terhadap
semua komponen sekolah termasuk stakeholders pendidikan. Diantara
komponen yang dimaksud adalah pelaksanaan pekerjaan serta asumsi
atau kepercayaan dasar yang dianut oleh warga sekolah. Budaya
sekolah berkembang merujuk pada suatu sistem nilai, kepercayaan dan
norma-norma yang diterima secara bersama, serta dilaksanakan
dengan penuh kesadaran sebagai perilaku alami.
Budaya sekolah adalah keyakinan dan nilai-nilai milik bersama
yang menjadi pengikat kuat kebersamaan mereka sebagai warga suatu
masyarakat. Jika definisi ini diterapkan di di sekolah, sekolah dapat saja
memiliki sejumlah kultur dengan satu kultur dominan dan kultur lain
sebagai subordinasi.( Kennedy, 1991 )
Menurut Schein budaya sekolah adalah suatu pola asumsi dasar
hasil invensi, penemuan atau pengembangan oleh suatu kelompok
tertentu saat ia belajar mengatasi masalah-masalah yang telah berhasil
baik serta dianggap valid, dan akhirnya diajarkan ke warga baru sebagai
cara-cara yang benar dalam memandang, memikirkan, dan merasakan
masalah-masalah tersebut. (Schein , 2010)
Pandangan lain tentang budaya sekolah dikemukakan oleh
Zamroni ( 2011 ) bahwa budaya sekolah adalah merupakan suatu pola
asumsi-asumsi dasar, nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, dan kebiasaan-
kebiasaan yang dipegang bersama oleh seluruh warga sekolah, yang
diyakini dan telah terbukti dapat dipergunakan untuk menghadapi
berbagai problem dalam beradaptasi dengan lingkungan yang baru dan
melakukan integrasi internal, sehingga pola nilai dan asumsi tersebut
dapat diajarkan kepada anggota dan generasi baru agar mereka memiliki
pandangan yang tepat bagaimana seharusnya mereka memahami,
berpikir, merasakan dan bertindak menghadapi berbagai situasi dan
lingkungan yang ada ( Zamroni, 2011: 297).
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan
bahwa budaya sekolah adalah sekumpulan nilai yang melandasi
perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang
dipraktikkan bersama oleh kepala sekolah, pendidik/guru, petugas
tenaga kependidikan/administrasi, siswa, dan masyarakat sekitar
sekolah.
Budaya sekolah dibentuk oleh lingkungan yang menciptakan
pemahaman yang sama pada seluruh unsur dan stakeholders sekolah.
Kepala sekolah, pendidik, tenaga kependidikan, peserta didik, bahkan
masyarakat dapat memberntuk opini yang sama terhadap sekolah.
Dalam proses membentuk budaya sekolah dilalui dengan beberapa
tingkatan seperti terlihat dalam gambar berikut ini:
Text Box: ARTEFAK YANG DAPAT DILIHATDAPAT

DIOBSERVASI
Gambar 1. Level Budaya Edgar Shien
Budaya sekolah, sebagaimana budaya organiasi lainnya,
menurut Edgar Shien meliputi unsur yang terlihat dan yang tidak terlihat
atau artefak. Level paling dalam adalah asumsi-asumsi, unsur ini tak
kasat mata. Level berikutnya adalah nilai yang diyakini yang dapat
dilihat dalam berbagai pernyataan manajemen. Visi-misi, tujuan, peran,
nilai yang diyakini, target yang ditetapkan yang mencerminkan
keyakinan menjadi bukti yang dapat dilihat. Level yang transparan,
dalam bentuk fisik berwujud dalam bentuk artefak. Artefak kebersihan
sekolah, simbol-simbol semangat, cara siswa seragam siswa,
kesigapan siswa melaksanakan upacara bendera, deretan piala yang
dipampang di lemari sekolah atas hasil prestasi siswa merupakan
bagian dari sistem budaya sekolah.
Tujuan budaya sekolah adalah untuk membangun suasana
sekolah yang kondusif melalui pengembangan komunikasi dan
interaksi yang sehat antara kepala sekolah dengan peserta didik,
pendidik, tenaga kependidikan, orang tua peserta didik, masyarakat,
dan pemerintah.
Berkembangnya budaya sekolah diharapkan mampu
mengembangkan keyakinan yang tinggi untuk menetapkan target
pencapaian yang tinggi pada penetapan tujuan, mengembangkan
peran setiap individu dalam kepemimpinan kolaboratif,
mengembangkan proses yang berbudaya mutu serta nilai-nilai lain
yang dikembangkan dalam komunikasi efektif, sikap, dan asumsi-
asumsi dalam organisasi pembelajar. Berikut contoh budaya
sekolah:
Guru menyambut kedatangan para siswa
dengan senyum dan doa sebagai
implementasi 5 S                  .S«/«m» Sapa
Text Box: Sopan 4*Aantiu»)

\iIjii k.nrjik f rrr I hi tilrti HmIktio Irtw! utak
Gambar 2 : Budaya 5S
Beberapa manfaat yang bisa diambil dari budaya sekolah,
diantaranya: (1) menjamin kualitas kerja yang lebih baik; (2)
membuka seluruh jaringan komunikasi dari segala jenis dan level
baik komunikasi vertikal maupun horisontal; (3) lebih terbuka dan
transparan; (4) menciptakan kebersamaan dan rasa saling memiliki
yang tinggi; (5) meningkatkan solidaritas dan rasa kekeluargaan; (6)
jika menemukan kesalahan akan segera dapat diperbaiki; dan (7)
dapat beradaptasi dengan baik terhadap perkembangan IPTEK.
Selain beberapa manfaat di atas, manfaat lain bagi individu
(pribadi) dan kelompok adalah : (1) meningkatkan kepuasan kerja;
(2) pergaulan lebih akrab; (3) disiplin meningkat; (4) pengawasan
fungsional bisa lebih ringan; (5) muncul keinginan untuk selalu ingin
berbuat proaktif; (6) belajar dan berprestasi terus serta; dan (7)
selalu ingin memberikan yang terbaik bagi sekolah, keluarga, orang
lain dan diri sendiri.
Menurut Robbins (1994) karakteristik umum budaya sekolah
adalah sebagai berikut: (1) inisiatif individual, (2) toleransi terhadap
tindakan berisiko, (3) arah, (4) integrasi, (5) dukungan dari manajemen,
(6) kontrol, (7) identitas, (8) sistem imbalan, (9) toleransi terhadap konflik
dan (10) pola-pola komunikasi.
Ansar & Masaong (2011) mengatakan bahwa budaya sekolah
memiliki empat karakteristik yaitu: (a) budaya sekolah yang bersifat
khusus (distinctive) karena masing-masing sekolah memiliki sejarah,
pola komunikasi, sistem dan prosedur, pernyataan visi dan misi; (b)
budaya sekolah pada hakikatnya stabil dan biasanya berubah, dimana
budaya sekolah akan berubah bila ada ancaman ”krisis” dari sekolah
yang lain; (c) budaya sekolah biasanya memiliki sejarah yang bersifat
implisit dan tidak eksplisit; (d) budaya sekolah tampak sebagai
perwakilan simbol yang melandasi keyakinan dan nilai-nilai sekolah
tersebut. Dari karakteristik ini, dapat dikatakan bahwa kejadian-kejadian
internal dan eksternal yang terjadi di sekolah bisa mengubah budaya
sekolah misalnya: kondisi dasar, teknologi baru, perubahan kebijakan,
dan faktor lain.
Sudarwan mengemukakan bahwa karakteristik primer budaya
sekolah yaitu: (a) keanggotaan komunitas sekolah yang inovatif dan siap
mengambil resiko; (b) komunitas sekolah, khususnya kepala sekolah,
guru dan staf bertindak secara cepat dan tepat; (c) aksi riil komunitas
sekolah, khususnya kepala sekolah dengan guru, lebih dominan
ketimbang verbalistik; (d) fokus kerja kepala sekolah dan guru berorintasi
pada hasil, sedangkan teknik, dan proses kerja bersifat instrumen saja;
(e) berorientasi pada orang atau komunitas pelanggan baik internal
maupun eksternal; (f) sinergi secara tim, (g) keresponsifan dan
keagresifan kerja yang tinggi; (h) keajegan dan konsistensi terhadap
kebijakan; (i) keterandalan, visi, misi, tujuan, kebijakan, dan
implementasinya, serta; (j) akuntabilitas dan sustainbilitas program.
Karakteristik budaya sekolah dapat dipandang menurut hirarki
basic assumption, values, norms, dan artifacts sebagai berikut:
1.     Basic Assumption/Asumsi Dasar
Kepedulian budaya pada tingkat yang paling dalam ini
adalah pra anggapan dasar dibawah sadar dan sekaligus keadaan
yang diterima tentang bagaimana persoalan sekolah seharusnya
dipecahkan. basic assumption ini memberitahu para anggota
organisasi bagaimana merasakan, berfikir dan adanya sentuhan
tentang banyak hal di dalam organisasi.
2.     Values
Level kepedulian berikut mencakup values tentang
sebaiknya menjadi apa dalam organisasi. Values memberitahu para
anggota apa yang penting dan berharga di dalam organisasi dan apa
yang mereka butuhkan untuk member perhatian. Values merupakan
keyakinan dasar yang berperan sebagai sumber inspirasi kekuatan
dan pendorong seseorang dalam mengambil sikap, tindakan dan
keputusan, serta dalam menggerakkan dan mengendalikan perlilaku
seseorang dalam upaya pembentukan budaya sekolah.
3.     Norma
Para guru jangan mengkritik kepala sekolah di depan publik!
Mengapa? Jawabannya adalah norma. Peran norma adalah
menuntun bagaimana para anggota organisasi seharusnya
berkelakuan didalam situasi tertentu. Hal ini menggambarkan
peraturan yang tidak tertulis dari perilaku. Setiap kelompok
menetapkan norma sendiri, yaitu standar perilaku yang dapat
diterima, yang dibagi             dengan para anggotannya. Norma
memberitahukan para anggota apa yang sebaiknnya dan tidak
sebaiknnya untuk melakukan diobawah keadaan tertentu. Ketika
disetujui dan diterima oleh kelompok, norma bertindak sebagai
sarana mempengaruhi perilaku anggota kelompok dengan minimum
pengendalian dari eksternal. Norma berbeda diantara kelompok,
komunitas ataupun organisasi.
4.     Artifacts
Artifacts ini merupakan wujud kongkrit seperti sistem,
prosedur, sistem kerja, peraturan, struktur dan aspek fisik dari
organisasi. Istilah sistem kerja menunjukan bagaimana pekerjaan
dari organisasi dilaksanakan. Berdasarkan karakteristik budaya
tersebut, Mendiagnosis budaya sekolah, dapat dilakukan dengan
pendekatan perilaku, terkait dengan pola perilaku yang memproduksi
hasil atau kegiatan. Pendekatan ini menggambarkan secara spesifik
tentang bagaimana tugas dilaksanakan dan bagaimana interaksi
dikelola dalam organisasi.
Bentuk budaya sekolah secara intrinsik muncul sebagai suatu
fenomena yang unik dan menarik, karena pandangan sikap, perilaku
yang hidup dan berkembang dalam sekolah pada dasarnya
mencerminkan kepercayaan dan keyakinan yang mendalam dan khas
dari warga sekolah.
Hedley Beare mendeskripsikan unsur-unsur budaya sekolah
dalam dua kategori:
1.       Unsur yang tidak kasat mata
Unsur yang tidak kasat mata adalah filsafat atau pandangan dasar
sekolah mengenai kenyataan yang luas, makna hidup atau yang di
anggap penting dan harus diperjuangkan oleh sekolah, dan itu harus
dinyatakan secara konseptual dalam rumusan visi, misi, tujuan dan
sasaran yang lebih kongkrit yang akan di capai oleh sekolah.
2.       Unsur yang kasat mata
Unsur yang kasat mata dapat termanifestasi secara konseptual
meliputi :
a.      visi,misi, tujuan dan sasaran,
b.      kurikulum,
c.      bahasa komunikasi,
d.      narasi sekolah, dan narasi tokoh-tokoh,
e.      struktur organisasi,
f.       ritual, dan upacara,
g.      prosedur belajar mengajar,
h.      peraturan sistem ganjaran/ hukuman,
i.        layanan psikologi sosial,
j.       pola interaksi sekolah dengan orang tua, masyarakat dan yang
meteriil dapat berupa : fasilitas dan peralatan, artifiak dan tanda
kenangan serta pakaian seragam.
Djemari Mardapi (2003) membagi unsur-unsur budaya sekolah
jika ditinjau dari usaha peningkatan kualitas pendidikan sebagai berikut :
1.       Kultur sekolah yang positif
Kultur sekolah yang positif adalah kegiatan-kegiatan yang
mendukung peningkatan kualitas pendidikan, misalnya kerjasama
dalam mencapai prestasi, penghargaan terhadap prestasi, dan
komitmen terhadap belajar.
2.       Kultur sekolah yang negatif
Kultur sekolah yang negatif adalah kultur yang kontra terhadap
peningkatan mutu pendidikan. Artinya resisten terhadap perubahan,
misalnya dapat berupa: siswa takut salah, siswa takut bertanya, dan
siswa jarang melakukan kerja sama dalam memecahkan masalah.
3.     Kultur sekolah yang netral
Yaitu kultur yang tidak berfokus pada satu sisi namun dapat
memberikan konstribusi positif tehadap perkembangan peningkatan
mutu pendidikan. Hal ini bisa berupa arisan keluarga sekolah,
seragam guru, seragam siswa dan lain-lain.
Dalam terminologi kebudayaan, pendidikan yang berwujud
dalam bentuk lembaga atau instansi sekolah dapat dianggap sebagai
pranata sosial yang di dalamnya berlangsung interaksi antara pendidik
dan peserta didik sehingga mewujudkan suatu sistem nilai atau
keyakinan, dan juga norma maupun kebiasaan yang di pegang
bersama. Pendidikan sendiri adalah suatu proses budaya. Masalah yang
terjadi saat ini adalah nilai-nilai yang mana yang seharusnya
dikembangkan atau dibudayakan dalam proses pendidikan yang
berbasis mutu itu. Dengan demikian sekolah menjadi tempat dalam
mensosialisasikan nilai-nilai budaya yang tidak hanya terbatas pada nilai-
nilai keilmuan saja, melainkan semua nilai-nilai kehidupan yang
memungkinkan mampu mewujudkan manusia yang berbudaya.
Budaya sekolah memiliki dua peranan penting yaitu
meningkatkan kinerja sekolah dan membangun mutu sekolah. Kedua
peranan budaya sekolah tersebut dapat dijelaskan seperti berikut :
Budaya sekolah berperan dalam memperbaiki kinerja
sekolah apabila budaya yang berkembang di sekolah tersebut
memenuhi kualifikasi sehat, solid, kuat, positif, dan profesional.
Budaya sekolah yang memenuhi kualifikasi tersebut mencerminkan
jati diri, kepribadian, dan adanya komitmen yang luas pada sekolah
tersebut. Adanya budaya sekolah yang baik di lingkungan sekolah
akan mampu mendorong guru dan siswa untuk bekerja dan
berusaha mencapai target hasil tertinggi.
Budaya sekolah yang berperan dalam mencapai
keberhasilan sekolah juga dikemukakan Stover (2005) dapat
dijelaskan bahwa iklim dan budaya sekolah yang baik merupakan
kunci kesuksesan atau keberhasilan sekolah. Hal ini diperoleh dari
hasil penelitian beberapa peneliti yang melakukan penelitian selama
bertahun-tahun mengenai perkembangan antara siswa dan pengajar
(tenaga pendidik). Iklim yang kondusif dan budaya positif dapat
membantu sebuah sekolah mencapai kesuksesan, sementara
sebuah sekolah yang memiliki kinerja yang buruk cenderung tidak
mampu mengembangkan sekolah tersebut.
Budaya sekolah memegang peranan penting dalam
peningkatan mutu sekolah. Peningkatan mutu sekolah dapat
ditunjukkan dengan penetapan program akademik yang baru,
kebijakan kedisiplinan, pengembangan staf, guru, dan siswa. Hinde
(2003) mengidentifikasi dua belas norma penting dalam perubahan
budaya sekolah yang enam di antaranya mencakup pengetahuan
dan kualitas guru, yaitu kolegalitas, percobaan, harapan tinggi,
keyakinan dan kepercayaan diri, dukungan nyata, dan mengacu
pada dasar pengetahuan. Peranan budaya sekolah dalam
membangun mutu sekolah juga memberikan kesempatan kepada
staf untuk mengembangkan diri secara profesional dan secara nyata.
Keefektifan staf dalam berinteraksi dengan guru tercermin dalam
enam norma yaitu apresiasi dan pengakuan, kepedulian, keterlibatan
dalam pengambilan keputusan, melindungi hal-hal penting, tradisi,
dan komunikasi terbuka.
Budaya sekolah berperan dalam perbaikan mutu sekolah.
Oleh sebab itu, sekolah harus memahami budayanya sebelum
melakukan perbaikan mutu sekolah. Pemahaman mengenai budaya
sekolah dapat memberikan informasi berkenaan dengan fungsi
sekolah dan permasalahan yang dihadapi. Elemen-elemen budaya
sekolah yang mencakup nilai-nilai, keyakinan, dan asumsi-asumsi
sulit untuk diamati sehingga juga lebih sulit mengalami perubahan.


1.     Jelaskan pengertian budaya sekolah !
2.     Apa tujuan dan manfaat pengembangan budaya sekolah ?
3.     Unsur-unsur apa saja yang membangun budaya sekolah ?
4.     Karakteristik budaya sekolah mana yang dominan di sekolah
Saudara? Jelaskan !
5.     Mengapa pengembangan budaya sekolah penting !
Budaya sekolah adalah nilai-nilai dominan yang mendukung atau
falsafah yang menuntun pengembangan kebijakan sekolah terhadap
semua komponen sekolah termasuk stakeholders pendidikan.
Melalui budaya sekolah yang dibangun dan dikembangkan dari
nilai-nilai yang berkembang di sekolah dapat mendorong peningkatan
kualitas sekolah sebagai satuan pendidikan formal, karena
pengembangan budaya sekolah bertujuan untuk membangun suasana
sekolah yang kondusif melalui pengembangan komunikasi dan interaksi
yang sehat antara kepala sekolah dengan peserta didik, pendidik, tenaga
kependidikan, orang tua peserta didik, masyarakat, dan pemerintah,
sehingga dapat menjamin kualitas kerja yang lebih baik, membuka
seluruh jaringan komunikasi dari segala jenis dan level baik komunikasi
vertikal maupun horisontal, lebih terbuka dan transparan, menciptakan
kebersamaan dan rasa saling memiliki yang tinggi, meningkatkan
solidaritas dan rasa kekeluargaan, jika menemukan kesalahan akan
segera dapat diperbaiki, dan dapat beradaptasi dengan baik terhadap
perkembangan IPTEK.
Mengembangkan budaya sekolah memerlukan ketekunan,
keharmonisan, dan perjuangan tiada henti karena budaya di sekitar
sekolah selalu berubah ke arah yang tidak selalu sesuai dengan harapan
sekolah, karena budaya sekolah dibangun oleh dua unsur utama yaitu
unsur yang tidak kasat mata, yaitu unsur yang bersifat filosofis, dan
unsur yang kasat mata, yaitu unsur yang bersifat konseptual. Kedua


unsur ini bersifat dinamis yang dipengaruhi oleh faktor-faktor intrinsik dan
ekstrinsik.
Pengembangan budaya sekolah menjadi penting karena budaya
sekolah berperan dalam memperbaiki kinerja sekolah apabila budaya
yang berkembang di sekolah tersebut memenuhi kualifikasi sehat, solid,
kuat, positif, dan profesional. Budaya sekolah juga berperan penting
dalam peningkatan mutu sekolah, dimana peningkatan mutu sekolah
dapat ditunjukkan dengan penetapan program akademik yang baru,
kebijakan kedisiplinan, pengembangan staf, guru, dan siswa
Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat!
1.    Pernyataan yang benar tentang pengertian Budaya Sekolah adalah
a.  Sekumpulan nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan
keseharian, dan simbol-simbol yang ditentukan oleh kepala
sekolah bagi pendidik/guru, petugas tenaga kependidikan/
administrasi, siswa, dan masyarakat sekitar sekolah.
b.  Perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang
disepakati bersama bagi kepentingan pembinaan peserta didik.
c.   Nilai-nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian,
dan simbol-simbol yang dipraktikkan bersama oleh seluruh warga
sekolah.
d.  Nilai-nilai, perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-
simbol yang melandasi penetapan visi dan misi sekolah.
2. Budaya sekolah dapat menciptakan suasana kondusif yang
menunjang proses pembelajaran. Hal ini dapat terwujud melalui ....
a.  Pembentukan forum komunikasi antara kepala sekolah dengan
peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, orang tua peserta
didik, masyarakat, dan pemerintah.
b.  Pengembangan komunikasi dan interaksi yang sehat antara
warga sekolah dan seluruh pemangku kepentingan (stakeholders).
c.   Sosialisasi oleh kepala sekolah kepada peserta didik, pendidik,
tenaga kependidikan, orang tua peserta didik, masyarakat, dan
pemerintah.
d.  Kesepakatan bersama antara kepala sekolah dengan peserta
didik, pendidik, tenaga kependidikan, orang tua peserta didik,
masyarakat, dan pemerintah untuk membangun budaya sekolah.
3.      Setiap individu di dalam organisasi sekolah dapat merasakan
manfaat dari budaya sekolah antara lain ....
a.  meningkatkan kepuasan kerja dan disiplin
b.  membatasi pergaulan
c.   memperketat pengawasan fungsional
d.  menekan keinginan untuk selalu berbuat proaktif.
4.      Unsur-unsur pembentukan budaya sekolah yang kasat mata dan
menunjukkan arah tujuan dan langkah-langkah jangka panjang
adalah ...
a.  Visi dan misi
b.  Kurikulum
c.   Struktur organisasi
d.  Peraturan
5.      Budaya sekolah memiliki dua peranan penting yaitu meningkatkan
kinerja sekolah dan membangun mutu sekolah. Mana pernyataan
berikut yang paling benar ?
a.  Budaya yang berkembang di sekolah harus memenuhi kualifikasi
sehat, solid, kuat, positif, dan profesional agar dapat
meningkatkan mutu sekolah.
b.  Agar dapat meningkatkan kinerja sekolah, maka budaya yang
berkembang di sekolah harus memenuhi kualifikasi sehat, solid,
kuat, positif, dan profesional.
c.   Kolegalitas, percobaan, harapan tinggi, keyakinan dan
kepercayaan diri, dukungan nyata, dan mengacu pada dasar
pengetahuan merupakan norma penting pada aspek efektivitas
interaksi staf dengan guru dalam meningkatkan mutu sekolah.
d.  Pengetahuan dan kualitas guru tercermin dalam enam norma
yaitu apresiasi dan pengakuan, kepedulian, keterlibatan dalam
pengambilan keputusan, melindungi hal-hal penting, tradisi, dan
komunikasi terbuka..


A.          
Text Box: Indikator keberhasilan : Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta
diklat dapat menyusun strategi pengembangan budaya sekolah
dengan tepat.
Upaya pengembangan budaya sekolah seyogyanya mengacu
kepada beberapa prinsip berikut ini:
1.     Berfokus pada Visi, Misi dan Tujuan Sekolah. Pengembangan
budaya sekolah harus senantiasa sejalan dengan visi, misi dan
tujuan sekolah. Fungsi visi, misi, dan tujuan sekolah adalah
mengarahkan pengembangan budaya sekolah. Visi tentang
keunggulan mutu misalnya, harus disertai dengan program-program
yang nyata mengenai penciptaan budaya sekolah.
2.     Penciptaan Komunikasi Formal dan Informal. Komunikasi merupakan
dasar bagi koordinasi dalam sekolah, termasuk dalam
menyampaikan pesan-pesan pentingnya budaya sekolah.
Komunikasi informal sama pentingnya dengan komunikasi formal.
Dengan demikian kedua jalur komunikasi tersebut perlu digunakan
dalam menyampaikan pesan secara efektif dan efisien.
3.     Inovatif dan Bersedia Mengambil Resiko. Salah satu dimensi budaya
organisasi adalah inovasi dan kesediaan mengambil resiko. Setiap
perubahan budaya sekolah menyebabkan adanya resiko yang harus
diterima khususnya bagi para pembaharu. Ketakutan akan resiko
menyebabkan kurang beraninya seorang pemimpin mengambil sikap
dan keputusan dalam waktu cepat.
4.     Memiliki Strategi yang Jelas. Pengembangan budaya sekolah perlu
ditopang oleh strategi dan program. Strategi mencakup cara-cara
yang ditempuh sedangkan program menyangkut kegiatan


operasional yang perlu dilakukan. Strategi dan program merupakan
dua hal yang selalu berkaitan.
5.     Berorientasi Kinerja. Pengembangan budaya sekolah perlu
diarahkan pada sasaran yang sedapat mungkin dapat diukur.
Sasaran yang dapat diukur akan mempermudah pengukuran
capaian kinerja dari suatu sekolah.
6.     Sistem Evaluasi yang Jelas. Untuk mengetahui kinerja
pengembangan budaya sekolah perlu dilakukan evaluasi secara rutin
dan bertahap: jangka pendek, sedang, dan jangka panjang. Karena
itu perlu dikembangkan sistem evaluasi terutama dalam hal: kapan
evaluasi dilakukan, siapa yang melakukan dan mekanisme tindak
lanjut yang harus dilakukan.
7.     Memiliki Komitmen yang Kuat. Komitmen dari pimpinan dan warga
sekolah sangat menentukan implementasi program-program
pengembangan budaya sekolah. Banyak bukti menunjukkan bahwa
komitmen yang lemah terutama dari pimpinan menyebabkan
program-program tidak terlaksana dengan baik.
8.     Keputusan Berdasarkan Konsensus. Ciri budaya organisasi yang
positif adalah pengembilan keputusan partisipatif yang berujung
pada pengambilan keputusan secara konsensus. Meskipun hal itu
tergantung pada situasi keputusan, namun pada umumnya
konsensus dapat meningkatkan komitmen anggota organisasi dalam
melaksanakan keputusan tersebut.
9.     Sistem Imbalan yang Jelas. Pengembangan budaya sekolah
hendaknya disertai dengan sistem imbalan meskipun tidak selalu
dalam bentuk barang atau uang. Bentuk lainnya adalah penghargaan
atau kredit poin terutama bagi siswa yang menunjukkan perilaku
positif yang sejalan dengan pengembangan budaya sekolah.
10.  Evaluasi Diri. Evaluasi diri merupakan salah satu alat untuk
mengetahui masalah-masalah yang dihadapi di sekolah. Evaluasi
dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan curah pendapat
atau menggunakan skala penilaian diri. Kepala sekolah dapat
mengembangkan metode penilaian diri yang berguna bagi
pengembangan budaya sekolah. Halaman berikut ini dikemukakan
satu contoh untuk mengukur budaya sekolah.
Selain mengacu kepada sejumlah prinsip di atas, upaya
pengembangan budaya sekolah juga seyogyanya berpegang pada
asas-asas berikut ini:
1.     Kerjasama tim (team work). Pada dasarnya sebuah komunitas
sekolah merupakan sebuah tim/kumpulan individu yang bekerja
sama untuk mencapai tujuan. Untuk itu, nilai kerja sama merupakan
suatu keharusan dan kerjasama merupakan aktivitas yang bertujuan
untuk membangun kekuatan-kekuatan atau sumber daya yang
dimilki oleh personil sekolah.
2.     Kemampuan. Menunjuk pada kemampuan untuk mengerjakan tugas
dan tanggung jawab pada tingkat kelas atau sekolah. Dalam
lingkungan pembelajaran, kemampuan profesional guru bukan hanya
ditunjukkan dalam bidang akademik tetapi juga dalam bersikap dan
bertindak yang mencerminkan pribadi pendidik.
3.     Keinginan. Keinginan di sini merujuk pada kemauan atau kerelaan
untuk melakukan tugas dan tanggung jawab untuk memberikan
kepuasan terhadap siswa dan masyarakat. Semua nilai di atas tidak
berarti apa-apa jika tidak diiringi dengan keinginan. Keinginan juga
harus diarahkan pada usaha untuk memperbaiki dan meningkatkan
kemampuan dan kompetensi diri dalam melaksanakan tugas dan
tanggung jawab sebagai budaya yang muncul dalam diri pribadi baik
sebagai kepala sekolah, guru, dan staf dalam memberikan
pelayanan kepada siswa dan masyarakat.
4.     Kegembiraan (happiness). Nilai kegembiraan ini harus dimiliki oleh
seluruh personil sekolah dengan harapan kegembiraan yang kita
miliki akan berimplikasi pada lingkungan dan iklim sekolah yang
ramah dan menumbuhkan perasaan puas, nyaman, bahagia dan
bangga sebagai bagian dari personil sekolah. Jika perlu dibuat
wilayah-wilayah yang dapat membuat suasana dan memberi nuansa
yang indah, nyaman, asri dan menyenangkan, seperti taman sekolah
ditata dengan baik dan dibuat wilayah bebas masalah atau wilayah
harus senyum dan sebagainya.
5.      Hormat (respect).          Rasa hormat merupakan nilai yang
memperlihatkan penghargaan kepada siapa saja baik dalam
lingkungan sekolah maupun dengan stakeholders pendidikan
lainnya. Keluhan-keluhan yang terjadi karena perasaan tidak dihargai
atau tidak diperlakukan dengan wajar akan menjadikan sekolah
kurang dipercaya. Sikap respek dapat diungkapkan dengan cara
memberi senyuman dan sapaan kepada siapa saja yang kita temui,
bisa juga dengan memberikan hadiah yang menarik sebagai
ungkapan rasa hormat dan penghargaan kita atas hasil kerja yang
dilakukan dengan baik. Atau mengundang secara khusus dan
menyampaikan selamat atas prestasi yang diperoleh dan
sebagaianya.
6.     Jujur (honesty). Nilai kejujuran merupakan nilai yang paling
mendasar dalam lingkungan sekolah, baik kejujuran pada diri sendiri
maupun kejujuran kepada orang lain. Nilai kejujuran tidak terbatas
pada kebenaran dalam melakukan pekerjaan atau tugas tetapi
mencakup cara terbaik dalam membentuk pribadi yang obyektif.
Tanpa kejujuran, kepercayaan tidak akan diperoleh. Oleh karena itu
budaya jujur dalam setiap situasi dimanapun kita berada harus
senantiasa dipertahankan. Jujur dalam memberikan penilaian, jujur
dalam mengelola keuangan, jujur dalam penggunaan waktu serta
konsisten pada tugas dan tanggung jawab merupakan pribadi yang
kuat dalam menciptakan budaya sekolah yang baik.
7.     Disiplin (discipline). Disiplin merupakan suatu bentuk ketaatan
pada peraturan dan sanksi yang berlaku dalam lingkungan sekolah.
Disiplin yang dimaksudkan dalam asas ini adalah sikap dan perilaku
disiplin yang muncul karena kesadaran dan kerelaan kita untuk hidup
teratur dan rapi serta mampu menempatkan sesuatu sesuai pada
kondisi yang seharusnya. Jadi disiplin disini bukanlah sesuatu yang
harus dan tidak harus dilakukan karena peraturan yang menuntut
kita untuk taat pada aturan yang ada. Aturan atau tata tertib yang
dipajang dimana-mana bahkan merupakan atribut, tidak akan
menjamin untuk dipatuhi apabila tidak didukung dengan suasana
atau iklim lingkungan sekolah yang disiplin. Disiplin tidak hanya
berlaku pada orang tertentu saja di sekolah tetapi untuk semua
personil sekolah tidak kecuali kepala sekolah, guru dan staf.
8.     Empati (empathy). Empati adalah kemampuan menempatkan diri
atau dapat merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain namun
tidak ikut larut dalam perasaan itu. Sikap ini perlu dimiliki oleh
seluruh personil sekolah agar dalam berinteraksi dengan siapa saja
dan dimana saja mereka dapat memahami penyebab dari masalah
yang mungkin dihadapai oleh orang lain dan mampu menempatkan
diri sesuai dengan harapan orang tersebut. Dengan sifat empati
warga sekolah dapat menumbuhkan budaya sekolah yang lebih baik
karena dilandasi oleh perasaan yang saling memahami.
9.     Pengetahuan dan Kesopanan. Pengetahuan dan kesopanan para
personil sekolah yang disertai dengan kemampuan untuk
memperoleh kepercayaan dari siapa saja akan memberikan kesan
yang meyakinkan bagi orang lain. Dimensi ini menuntut para guru,
staf dan kepala sekolah tarmpil, profesional dan terlatih dalam
memainkan perannya memenuhi tuntutan dan kebutuhan siswa,
orang tua dan masyarakat.
Mengubah budaya sekolah seperti halnya yang dinyatakan
Forbes merupakan tantangan tugas pemimpin yang tidak ringan. Dalam
tugas itu terkandung tujuan, peran, proses, nilai-nilai, praktik komunikasi,
sikap, dan asumsi-asumsi dalam organisasi yang diyakini dapat
diwujudkan. Setiap elemen memiliki keterkaitan fungsional yang bisa
saling menunjang, tetapi bisa juga saling menghambat. Contoh nyata,
warga sekolah menyerap pengetahuan baru untuk mendorong terjadi
pembaharuan. Karena itu, kemajuan hanya terjadi dalam sementara
waktu. Pada tahap selanjutnya budaya dapat mengambil alih kendali
perubahan, dan dapat terjadi langkah pembaharuan ditarik kembali ke
budaya organisasi yang ada dan perubahan pun terhenti.
Tantangan pengembangan budaya pada prinsipnya meliputi
usaha penguatan pikiran, asumsi, keyakinan, tujuan sehingga
kepemimpinan sekolah dalam menunjang perubahan budaya harus
berkonsentrasi pada hal-hal berikut:
1.     Budaya merupakan norma, nilai, keyakinan, ritual, gagasan,
tindakan, dan karya sebagai hasil belajar;
2.     Perubahan budaya mencakup proses pengembangan norma, nilai,
keyakinan, dan tradisi sekolah yang dipahami dan dipatuhi warga
sekolah yang dikembangkan melalui komunikasi dan interaksi
sehingga mengukuhkan partisipasi;
3.     Untuk dapat mengubah budaya sekolah memerlukan pemimpin
inspiratif, inovatif dan keteladanan dalam mengembangkan
perubahan perilaku melalui proses belajar;
4.     Efektivitas perubahan budaya sekolah dapat terwujud dengan
mengembangkan sekolah sebagai organisasi pembelajar melalui
peran kepala sekolah dalam aktivitas mempengaruhi, menggerakan,
memotivasi, memberdayakan, dan memastikan bahwa semua pihak
kembali ke kenyamanan kebiasaan lama;
Mengembangkan budaya sekolah memerlukan ketekunan,
keharmonisan, dan perjuangan tiada henti karena budaya di sekitar
sekolah selalu berubah ke arah yang tidak selalu sesuai dengan harapan
sekolah. Pengembangan budaya sekolah sangat dipengaruhi oleh
seluruh komponen sekolah (stakeholder) yang memiliki keterkaitan satu
sama lain.
Kepala Sekolah sebagai leader berperan penting dalam
menciptakan hubungan sinergis semua komponen yang mendukung
terciptanya budaya sekolah atau penguatan budaya sekolah. Hubungan
antara unsur dalam peran kepala sekolah terhadap penguatan budaya
sekolah dapat dilihat dalam gambar berikut:
Text Box: •mblasaan
'lajar siswa,
Text Box: FAKTOR
EKSTERNAL

' Peran '
Orang Tua/
Masyarakat
Peran
Guru
Gambar 3. Diagram pengembangan budaya sekolah
Pada diagram pengembangan budaya sekolah, kepala sekolah
bertugas mengembangkan kondisi sekolah yang kondusif. Kondisi itu
memerlukan komunikasi dan interaksi antara kepala sekolah dengan
pendidik, orang tua peserta didik, tenaga kependidikan dan peserta didik
harmonis. Kerja sama yang baik semua pihak diharapkan dapat
menunjang pengembangan interaksi yang positif menumbuhkan pola
pikir dan pola tindak dalam bentuk norma, nilai-nilai yang sekolah
junjung. Di samping itu, diharapkan dengan dukungan sekolah yang
kondusif para pemangku kepentingan memiliki keyakinan bahwa
sekolahnya dapat mewujudkan prestasi terbaik karena ditunjang dengan
motif berprestasi yang tinggi.
Untuk lebih memahami bidang garapan yang menjadi tantangan
membangun sekolah yang kondusif ada 3 (tiga) hal utama yaitu :
1.  Mengembangkan keharmonisan hubungan yang direalisasikan dalam
komunikasi, kolaborasi untuk meningkatkan partisipasi.
2.   Mengembangkan keamanan baik secara psikologis, fisik, sosial, dan
keamanan kultural. Sekolah menjaga agar setiap warga sekolah
nyaman dalam komunitasnya.
3.   Mengembangkan lingkungan sekolah yang agamis, lingkungan fisik
sekolah yang bersih, indah, dan nyaman, mengembangkan
lingkungan sekolah yang kondusif secara akademik. Pendidik dan
peserta didik memiliki motif berprestasi serta keyakinan yang tinggi
untuk mencapai target belajar yang bernilai dengan suasana yang
berdisiplin dan kompetitif.



Gambar 4 Model Strategi Pengembangan Budaya Sekolah
Aman dan Kondusif Tempat Siswa Belajar
Dalam gambar terlihat bahwa tugas kepala sekolah meliputi tiga
bidang utama, yaitu:
a.      mengembangkan keharmonisan hubungan yang direalisasikan
dalam komunikasi, kolaborasi untuk meningkatkan partisipasi.
b.      mengembangkan keamanan baik secara psikologis, fisik, sosial, dan
keamanan kultural. Sekolah menjaga agar setiap warga sekolah
nyaman dalam komunitasnya.
c.      mengembangkan lingkungan sekolah yang agamis, lingkungan fisik
sekolah yang bersih, indah, dan nyaman, mengembangkan
lingkungan sekolah yang kondusif secara akademik. Pendidik dan
peserta didik memiliki motif berprestasi serta keyakinan yang tinggi
untuk mencapai target belajar yang bernilai dengan suasana yang
berdisiplin dan kompetitif.
Dengan menggunakan model pendekatan strategik, sekolah
dapat melaksanakan empat langkah strategis berikut:
a.      Pertama
Analisis Lingkungan eksternal dan internal. Pada tahap ini
apabila dilihat dari model analisis lingkungan adalah
mengidentifikasi peluang dan ancaman yang datang dari budaya
sekitar sekolah. Di samping itu analisis lingkungan diperlukan untuk
mengidentifikasi kekuatan kelemahan sehingga dapat ditentukan
masalah prioritas.
b.      Kedua
Merumuskan strategi yang meliputi penetapan visi-misi yang
menjadi arah pengembangan, tujuan pengembangan, stategi
pengembangan, dan penetapan kebijakan. Arah pengembangan
dapat dijabarkan dari visi-dan misi menjadi indikator pada
pencapaian tujuan.
Contoh dalam pengembangan keyakinan akan dibuktikan
dengan sejumlah target yang tinggi pada setiap indikator
pencapaian. Contoh ini dapat dijabarkan lebih lanjut pada model
operasional penguatan nilai kerja sama dan yang kompetitif.
Misalnya sekolah membagi kelompok kerja dengan semangat
kebersamaan, namun antar kelompok dikondisikan agar selalu
berkompetisi untuk mencapai target yang terbaik.
c.      Ketiga;
Implementasi strategi, langkah ini harus dapat menjawab
bagaimana caranya sekolah melaksanakan program. Jika pada
model pertama sekolah berencana untuk mengembangkan nilai
kebersamaan melalui pelaksanaan kegiatan kolaboratif dan
kompetitif, maka sekolah hendaknya menyusun strategi pada
kegiatan yang mana yang dapat dikolaborasikan                          dan
dikompetisikan.
Sekolah dapat memilih bidang yang akan dikolaborasikan
bersifat kompetitif. Contoh, sekolah berencana untuk
mengembangkan lingkungan fisik sekolah yang nyaman. Pada
kegiatan ini diperkukan nilai kebersamaan, semangat berkolaborasi,
semangat berpartisipasi dari seluruh pemangku kepentingan di
sekolah.
Pengembangan nilai harus diwujudkan dalam kepatuhan
atas kesepakatan yang dituangkan dalam peraturan. Oleh karena itu
pengembangan budaya sekolah sangat erat kaitannya dengan
peraturan dan kepatuhan seluruh warga sekolah pada pelaksanaan
kegiatan sehari-hari di sekolah.
Pada langkah ketiga, peran kepala sekolah yang penting adalah;
1)     menetapkan kebijakan atas kesepakatan bersama;
2)     Merealisasikan strategi;
3)     Melaksanakan perbaikan proses berdasarkan data yang
diperoleh dari pemantauan;
4)                Melakukan evaluasi kegiatan berbasis data hasil pemantauan.
d.     Keempat
Monitoring dan evaluasi. Langkah ini merupakan bagian dari
sistem penjaminan mutu. Kepala sekolah melalui monitoring
memenuhi kewajiban untuk memastikan bahwa proses pelaksanaan
kegiatan sesuai dengan rencana. Jadwal pelaksanaan memenuhi
target       waktu.    Tahap   pelaksanaan sesuai dengan yang
direncanakan. Lebih dari itu hasil yang diharapkan sesuai dengan
target. Jika dalam proses pelaksanaan dan hasil yang dicapai
meleset dari target maka kepala sekolah segera melakukan
perbaikan proses agar hasil akhir yang dicapai sesuai dengan yang
diharapkan.
Perhatikan data elemen perubahan yang menjadi tantangan
kepala     sekolah  dalam   mengubah kebiasaan       pendidik   dalam
mengendalikan proses pembelajaran. Terdapat tradisi yang melekat
pada pelaksanaan pembelajaran dan ini dapat dilihat dalam banyak
pengalaman guru mengajar di dalam kelas. Pembelajaran berpusat
pada guru. Tantangan baru mengubah tradisi itu menjadi
pembelajaran berpusat pada peserta didik.
Upaya pengembangan budaya sekolah seyogyanya mengacu kepada
beberapa prinsip berikut ini.
1)     Berfokus pada Visi, Misi dan Tujuan Sekolah;
2)     Penciptaan Komunikasi Formal dan Informal;
3)     Memperhitungkan resiko karena setiap perubahan mengandung
resiko yang harus ditanggung;
4)     Menggunakan strategi yang jelas dan terukur;
5)     Memiliki komitmen yang kuat;
6)     Mengevaluasi keterlaksanaan dan keberhasilan budaya sekolah.
Baca Kasus berikut dengan teliti!
Pak Imam mengawali kariernya sebagai guru di sekolah
terkemuka di daerahnya. Ia cerdas dan tekun menggeluti penggunaan
komputer di samping menjadi guru IPA. Ketekunannya dalam
menggeluti komputer banyak membantu daerahnya meningkatkan mutu
pendidikan. Dengan bekal pengalaman mengajar, penguasaan
komputer di atas rata-rata, penguasaan kurikulum yang cukup menjadi
bekal awal bekerja sebagai kepala sekolah. Obsesinya sebagai
pemimpin adalah menjadi pemimpin yang banyak mendelegasikan
tugas kepada para guru, membuat guru lebih mandiri berkreasi,
memberi kebebasan untuk berinovasi. Ia yakin bahwa menjadi
pemimpin tak perlu terlalu banyak memberi petunjuk dan instruksi.
Keyakinannya dikuatkan dengan fakta bahwa sebagian guru sekolahnya
sudah senior. Ia percaya bahwa guru-guru telah banyak berpengalaman
sehingga mereka cukup digerakan dengan suasana kerja yang
harmonis.
Dengan menggunakan asumsi-asumsi itu, ternyata dalam dua
tahun kepemimpinannya belum cukup waktu sekolahnya berubah. Hal
tersebut terlihat pada peningkatan penggunaan komputer yang ingin
dikembangkan tidak mendapat respon yang hangat. Para guru tidak
menyatakan menolak, akan tetapi tidak juga melaksanakan dengan
antusias. Pelatihan penggunaan TIK selalu diintegrasikan dalam in
house training, tetapi implementasinya belum sesuai dengan yang
diharapkan kepala sekolah. Budaya kerja menggunakan TIK belum
berkembang.
Pemantauan seperti kegiatan masuk kelas jarang Pak Iman
lakukan. Pemantauan pembelajaran telah didelegasikan kepada tim
penjaminan mutu pembelajaran. Penilaian kinerja dilakukan kepada
rekan kerjanya yang telah terlatih. Guru-guru sendiri banyak yang
memenuhi administrasi pembelajaran dengan meng-copy paste dari
teman-temannya, unduh dari Google, atau menduplikasi dari
administrasi tahun sebelumnya. Perubahan kurikulum belum
berpengaruh pada cara guru mengajar, mereka masih dengan ceramah
dan penugasan. Demikian pula dalam cara guru menilai tidak berubah
juga. Kebiasaan lama masih melekat kuat.
Belakangan guru-guru sering mengungkap kekurangpuasan
terhadap strategi kepala sekolah, sekali pun hal itu tidak mengganggu
hubungan pribadi mereka. Kerja sama yang dilakukan sebatas
mempertahankan tradisi kesantunan. Guru-guru mengharap lebih
banyak informasi baru agar mereka tidak merasa ketinggalan jaman,
bukan untuk perubahan. Yang sangat penting bagi mereka tugas
mengajar 24 jam terpenuhi dan mendapat sertifikasi. Soal pencapaian
SKL, bisa diatur-atur. Satu lagi soal meningkatkan mutu, prestasi
sekolah dari dulu tidak menurun dengan usaha guru seperti biasanya,
apalagi murid-murid pun punya usahanya sendiri karena mereka harus
memenuhi cita-citanya.
Identifikasi masalah pada kasus yang telah saudara baca di
atas. ditinjau dari dimensi Manajemen dan Kepemimpinan Sekolah,
khususnya dalam pengembangan budaya sekolah.
LK. PENGEMBANGAN BUDAYA SEKOLAH
• Cobalah identifikasi masalah yang terkait dengan pengembangan budaya
sekolah pada kasus di atas dan paling mendesak untuk ditangani.
• Pilih satu masalah yang paling penting pada pengembangan budaya
sekolah sehingga kalau diselesaikan akan berpengaruh banyak pada
perbaikan mutu hasil belajar siswa.
No.
Rumusan
Masalah
Budaya
Sekolah
Kondisi
Yang
Diharapkan
(Tujuan)
Strategi
Perubahan
Budaya
Sekolah
Kompetensi
yang
diperlukan
Waktu
Pelaksana
an










Analisis rencana tindak selanjutnya digunakan sebagai dasar penyusunan
program kegiatan pengembangan budaya sekolah.
Pengembangan budaya sekolah harus memperhatikan prinsip-
prinsip : berfokus pada Visi, Misi dan Tujuan Sekolah, penciptaan
komunikasi formal dan informal, inovatif dan bersedia mengambil risiko,
strategi yang Jelas, berorientasi kinerja, sistem evaluasi yang jelas,
memiliki komitmen yang kuat, keputusan berdasarkan konsensus, sistem
imbalan yang jelas., dan evaluasi Diri.
Selain itu pengembangan budaya sekolah harus
mempertimbangkan azas-azas: kerjasama tim (team work), kemampuan,
keinginan, kegembiraan (happiness), hormat (respect), Jujur (honesty),
Disiplin (dicipline), Empati (empathy), dan pengetahuan dan kesopanan.
Untuk membangun sekolah yang kondusif ada 3 (tiga) hal utama
yang harus diperhatikan, yaitu:                                1) Mengembangkan
keharmonisan hubungan yang direalisasikan dalam komunikasi,
kolaborasi untuk meningkatkan partisipasi, 2) Mengembangkan
keamanan baik secara psikologis, fisik, sosial, dan keamanan kultural, 3)
Mengembangkan lingkungan sekolah yang agamis, lingkungan fisik
sekolah yang bersih, indah, dan nyaman, mengembangkan lingkungan
sekolah yang kondusif secara akademik. Pendidik dan peserta didik
memiliki motif berprestasi serta keyakinan yang tinggi untuk mencapai
target belajar yang bernilai dengan suasana yang berdisiplin dan
kompetitif.
Mengembangkan budaya sekolah dapat dilakukan dengan
empat langkah sebagai berikut :
1.     Analisis Lingkungan eksternal dan internal;
2.     Merumuskan strategi yang meliputi penetapan visi-misi yang menjadi
arah pengembangan, tujuan pengembangan, strategi
pengembangan, dan penetapan kebijakan;
3.     Implementasi strategi, langkah ini harus dapat menjawab bagaimana
caranya sekolah melaksanakan program;
4.     Monitoring dan evaluasi.
Pilihlah jawaban yang paling benar
1.     Mengembangkan Budaya sekolah harus mengacu pada prinsip-
prinsip sebagai berikut, kecuali ....
a.    Berfokus pada Visi, Misi dan Tujuan Sekolah
b.  Kerjasama tim (team work), kemampuan, keinginan, kegembiraan
(happiness),
c.  Inovatif dan bersedia mengambil risiko, memiliki komitmen yang
kuat
d.    Strategi yang jelas, berorientasi kinerja, sistem evaluasi yang jelas
2.     Berikut ini tidak termasuk azas-azas yang harus dipertimbangkan
dalam pengembangan budaya sekolah yaitu ....
a.  Kerjasama tim (team work), kemampuan, keinginan, kegembiraan
(happiness),
b.    Hormat (respect), Jujur (honesty), Disiplin (discipline),
c.    Empati (empathy), dan pengetahuan dan kesopanan.
d.  Inovatif dan bersedia mengambil risiko, komitmen yang kuat
3.      Pernyataan yang tidak tepat tentang mewujudkan suasana sekolah
kondusif adalah ...
a.  Mengembangkan keharmonisan hubungan yang direalisasikan
dalam komunikasi, kolaborasi untuk meningkatkan partisipasi.
b.  Mengembangkan keamanan baik secara psikologis, fisik, sosial,
dan keamanan kultural melalui penjagaan keamanan yang ketat.
c.  Mengembangkan lingkungan sekolah yang agamis, lingkungan
fisik sekolah yang bersih, indah, dan nyaman dengan
membangun sarana ibadah masing-masing agama dan
membangun fasilitas terbuka lebih banyak.
d.  Pendidik dan peserta didik memiliki motif berprestasi serta
keyakinan yang tinggi untuk mencapai target belajar yang bernilai
dengan suasana yang berdisiplin dan kompetitif.
4.      Hubungan antara unsur dalam peran kepala sekolah terhadap
penguatan budaya sekolah adalah ....
a.  terciptanya suasana kelas yang kondusif
b.  terciptanya sekolah yang kondusif
c.  terjalinnya komunikasi yang efektif
d.  meningkatnya etos kerja
5.      Kerja sama yang baik semua pihak diharapkan dapat menunjang
pengembangan interaksi yang positif menumbuhkan pola pikir dan
pola tindak dalam bentuk ....
a.  norma dan nilai-nilai
b.  kerjasama tim
c.  motif berprestasi
d.  karakter/sikap


A.       
Text Box: Indikator keberhasilan:
Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diklat dapat melaksanakan
langkah-langkah membangun etos kerja dengan baik.
Etos berasal dari bahasa Yunani ethos yakni karakter, cara
hidup, kebiasaan seseorang, motivasi atau tujuan moral seseorang serta
pandangan dunia mereka, yakni gambaran, cara bertindak ataupun
gagasan yang paling komprehensif mengenai tatanan. Menurut Black
dalam Iga Manuati Dewi (2002), kerja adalah suatu aktivitas yang
dilakukan oleh seseorang untuk mencapai tujuan-tujuan yang ingin
dipenuhinya. Tasmara (2002) mengatakan bahwa Etos Kerja adalah
suatu totalitas kepribadian dari individu serta cara individu
mengekspresikan, memandang, meyakini dan memberikan makna
terhadap sesuatu yang mendorong individu untuk bertindak dan meraih
hasil yang optimal (high performance).
Menurut Geertz (1982) Etos adalah sikap yang mendasar
terhadap diri dan dunia yang dipancarkan hidup. Sikap disini
digambarkan sebagai prinsip masing-masing individu yang sudah
menjadi keyakinannya dalam mengambil keputusan. Usman Pelly (1992)
mengatakan etos kerja adalah sikap yang muncul atas kehendak dan
kesadaran sendiri yang didasari oleh sistem orientasi nilai budaya
terhadap kerja.
Kamus Wikipedia menyebutkan bahwa etos berasal dari bahasa
Yunani; akar katanya adalah ethikos, yang berarti moral atau
menunjukkan karakter moral. Dalam bahasa Yunani kuno dan modern,
etos punya arti sebagai keberadaan diri, jiwa, dan pikiran yang
membentuk seseorang. Etos kerja dapat diartikan sebagai konsep
tentang kerja atau paradigma kerja yang diyakini oleh seseorang atau


sekelompok orang sebagai baik dan benar yang diwujudnyatakan melalui
perilaku kerja mereka secara khas (Sinamo, 2003).
Menurut Webster's New Word Dictionary, 3rd College Edition,
etos didefinisikan sebagai kecenderungan atau karakter; sikap,
kebiasaan, keyakinan yang berbeda dari individu atau kelompok. Bahkan
dapat dikatakan bahwa etos pada dasarnya adalah tentang etika.
Etika tentu bukan hanya dimiliki bangsa tertentu. Masyarakat dan
bangsa apapun mempunyai etika; ini merupakan nilai-nilai universal.
Nilai-nilai etika yang dikaitkan dengan etos kerja seperti rajin, bekerja,
keras, berdisplin tinggi, menahan diri, ulet, tekun dan nilai-nilai etika
lainnya bisa juga ditemukan pada masyarakat dan bangsa lain.
Kerajinan, gotong royong, saling membantu, bersikap sopan misalnya
masih ditemukan dalam masyarakat kita.
Secara umum, etos kerja berfungsi sebagai alat penggerak tetap
perbuatan dan kegiatan individu sebagai seorang pengusaha atau
manajer. Menurut A. Tabrani Rusyan, (1989) fungsi etos kerja adalah:
(a) pendorang timbulnya perbuatan, (b) penggairah dalam aktivitas, (c)
penggerak, seperti; mesin bagi mobil, maka besar kecilnya motivasi yang
akan menentukan cepat lambatnya suatu perbuatan.
Berpijak pada pengertian bahwa etos kerja menggambarkan
suatu sikap, maka dapat ditegaskan bahwa etos kerja mengandung
makna sebagai aspek evaluatif yang dimiliki oleh individu ataupun
kelompok dalam memberikan penilaian terhadap kerja.
Etos kerja berhubungan dengan beberapa hal penting seperti:
1.    Orientasi ke masa depan, yaitu segala sesuatu direncanakan dengan
baik, baik waktu, kondisi untuk ke depan agar lebih baik dari
kemarin.
2.    Menghargai waktu dengan adanya disiplin waktu merupakan hal
yang sangat penting guna efesien dan efektivitas bekerja.
3.    Tanggung jawab, yaitu memberikan asumsi bahwa pekerjaan yang
dilakukan merupakan sesuatu yang harus dikerjakan dengan
ketekunan dan kesungguhan.
4.     Hemat dan sederhana, yaitu sesuatu yang berbeda dengan hidup
boros, sehingga bagaimana pengeluaran itu bermanfaat untuk
kedepan.
5.     Persaingan sehat, yaitu dengan memacu diri agar pekerjaan yang
dilakukan tidak mudah patah semangat dan menambah kreativitas
diri.
Dari beberapa pernyataan tentang etos kerja dapat
disederhanakan bahwa etos kerja adalah kepribadian individu yang
tumbuh dari karakter, cara hidup, kebiasaan, motivasi atau tujuan moral
seseorang yang diwujudkan dalam sikap dan tindakannya untuk
melakukan suatu pekerjaan.
Menurut Sinamo (2005:29-189), bahwa terdapat delapan etos
kerja profesional yaitu:
1.     Kerja adalah Rahmat,
Implikasinya Aku harus bekerja dengan tulus dan penuh syukur.
2.     Kerja adalah Amanah,
Implikasinya Aku harus bekerja dengan penuh tanggung jawab.
3.     Kerja adalah Panggilan,
Implikasinya Aku harus bekerja tuntas dengan penuh integritas
4.     Kerja adalah Aktualisasi,
Implikasinya setiap waktu aku bekerja keras dengan penuh
semangat.
5.     Kerja adalah Ibadah,
Implikasinya Aku bekerja serius penuh kecintaan terhadap Tuhan,
dedikasi total, darma bakti sepenuh hati ,dan pengabdian sepenuh
hati kepada Tuhan.
6.     Kerja adalah Seni,
Implikasinya Aku bekerja cerdas dengan penuh daya kreativitas.
7.     Kerja adalah Kehormatan,
Implikasinya Aku bekerja sungguh-sungguh untuk menjaga
kehormatan , martabat, dan harga diri.
8.     Kerja adalah Pelayanan,
Implikasinya Aku harus melayani dengan sepenuh hati.
Delapan etos kerja tersebut menunjukkan bahwa seorang dalam
melaksanakan pekerjaannya tidak didasarkan atas perintah atasan
melainkan keinginan yang kuat untuk melakukan sesuatu tanpa paksaan
dan dilaksanakan dengan sepenuh hati.
1.   Faktor Eksternal
Faktor-faktor eksternal adalah aspek-aspek yang menyangkut latar
belakang pendidikan, lingkungan, pertimbangan sosiologis atau sistem
sosial dimana seseorang hidup, dan pertimbangan lingkungan lainnya,
seperti lingkungan kerja seseorang.
Dalam konteks pertimbangan eksternal, terutama menyangkut
lingkungan kerja, secara lebih terperinci M. Aifin (1991) menjelaskan
bahwa ada beberapa hal yang yang mempengaruhi semangat kerja
seseorang, yaitu :
a.     volume upah kerja yang dapat memenuhi kebutuhan seseorang;
b.     suasana kerja yang menggairahkan atau iklim yang ditunjang
dengan komunikasi demokrasi yan gserasi dan manusiawi antara
pemimpin dan bawahan;
c.      penanaman sikap dan pengertian dikalangan para pegawai;
d.     sikap jujur dan dapat dipercaya dari kalangan pemimpin terwujud
dalam kenyataan;
e.     penghargaan terhadap need for achievement (hasrat dan
kebutuhan) untuk maju atau penghargaan terhadap yang
berprestasi;
f.       sarana yang menunjang bagi kesejahteraan mental dan fisik,
seperti tempat olah raga, perpustakaan untuk guru, rekreasi,
hiburan dan lain-lain.
2.   Faktor Internal
Faktor-faktor internal adalah aspek-aspek yang menyangkut ajaran
yang diyakini atau sistem budaya agama, kondisi lingkungan, social,
Pendidikan, dan motivasi intrinsic.
a.     Agama
Pada dasarnya agama merupakan suatu sistem nilai. Sistem nilai
ini tentunya akan mempengaruhi atau menentukan pola hidup para
penganutnya. Cara berpikir, bersikap dan bertindak seseorang
pastilah diwarnai oleh ajaran agama yang dianutnya jika ia
sungguh-sungguh dalam kehidupan beragama. Dengan demikian,
kalau ajaran agama itu mengandung nilai-nilai yang dapat memacu
pembangunan, jelaslah bahwa agama akan turut menentukan
jalannya pembangunan atau modernisasi.
Sejak Weber menelurkan karya tulis The Protestant Ethic and the
Spirit of Capitalism (1958), berbagai studi tentang etos kerja
berbasis agama sudah banyak dilakukan dengan hasil yang secara
umum mengkonfirmasikan adanya korelasi positif antara sebuah
sistem kepercayaan tertentu dengan kemajuan ekonomi,
kemakmuran, dan modernitas (Sinamo, 2005).
b.     Budaya
Kualitas etos kerja ditentukan oleh sistem orientasi nilai budaya
masyarakat yang bersangkutan. Masyarakat yang memiliki sistem
nilai budaya maju akan memiliki etos kerja yang tinggi. Sebaliknya,
masyarakat yang memiliki sistem nilai budaya yang konservatif
akan memiliki etos kerja yang rendah, bahkan bisa sama sekali
tidak memiliki etos kerja.
c.      Sosial politik
Menurut Siagian (1995), tinggi atau rendahnya etos kerja suatu
masyarakat dipengaruhi juga oleh ada atau tidaknya struktur politik
yang mendorong masyarakat untuk bekerja keras dan dapat
menikmati hasil kerja keras mereka dengan penuh.
d.     Kondisi lingkungan (geografis)
Siagian (1995) juga menemukan adanya indikasi bahwa etos kerja
dapat muncul dikarenakan faktor kondisi geografis. Lingkungan
alam yang mendukung mempengaruhi manusia yang berada di
dalamnya melakukan usaha untuk dapat mengelola dan mengambil
manfaat, dan bahkan dapat mengundang pendatang untuk turut
mencari penghidupan di lingkungan tersebut.
e.      Pendidikan
Etos kerja tidak dapat dipisahkan dengan kualitas sumber daya
manusia. Peningkatan sumber daya manusia akan membuat
seseorang mempunyai etos kerja keras. Meningkatnya kualitas
penduduk dapat tercapai apabila ada pendidikan yang merata dan
bermutu, disertai dengan peningkatan dan perluasan pendidikan,
keahlian dan keterampilan, sehingga semakin meningkat pula
aktivitas dan produktivitas masyarakat sebagai pelaku ekonomi
(Bertens, 1994).
f.       Motivasi intrinsik individu
Anoraga (2009) mengatakan bahwa individu memiliki etos kerja
yang tinggi adalah individu yang bermotivasi tinggi. Etos kerja
merupakan suatu pandangan dan sikap, yang tentunya didasari
oleh nilai-nilai yang diyakini seseorang. Keyakinan ini menjadi suatu
motivasi kerja, yang mempengaruhi juga etos kerja seseorang.
Menurut Herzberg (dalam Siagian, 1995), motivasi yang
sesungguhnya bukan bersumber dari luar diri, tetapi yang tertanam
(terinternalisasi) dalam diri sendiri, yang sering disebut dengan
motivasi intrinsik.
Menurut Gregory (2003) sejarah membuktikan negara yang
dewasa ini menjadi negara maju, dan terus berpacu dengan
teknologi/informasi tinggi pada dasarnya dimulai dengan suatu etos kerja
yang sangat kuat untuk berhasil. Maka tidak dapat diabaikan etos kerja
merupakan bagian yang patut menjadi perhatian dalam keberhasilan
suatu perusahaan, perusahaan besar dan terkenal telah membuktikan
bahwa etos kerja yang militan menjadi salah satu dampak keberhasilan
perusahaannya.
Etos kerja seseorang erat kaitannya dengan kepribadian,
perilaku, dan karakternya. Setiap orang memiliki internal being yang
merumuskan siapa dia. Selanjutnya internal being menetapkan respon,
atau reaksi terhadap tuntutan external. Respon internal being terhadap
tuntutan eksternal dunia kerja menetapkan etos kerja seseorang
(Siregar, 2000 ). Oleh Karena itu membangun etos kerja harus dimulai
dengan membangun kepribadian, perilaku, dan karakter yang positif.
Etos (Ethos) merupakan sebuah kata yang dikenalkan oleh
seorang filsuf Yunani kuno bernama Aristoteles. Kata Etos bermakna
kepada penampilan karakter diri yang selaras dengan etika, kredibilitas,
kepercayaan, keunikan, kewenangan, pengalaman, wawasan,
pengetahuan, kemampuan, keandalan, integritas, akuntabilitas, serta
sikap dan perilaku yang dipercaya sepenuhnya oleh orang lain. Intinya,
seseorang yang memiliki etos dianggap terpercaya dan mampu
melakukan pekerjaannya dengan andal dan berkualitas.
Ditempat kerja, etos menggambarkan kemampuan seseorang
bersama profesi, pekerjaan, dan keahliannya. Sebagai contoh: seorang
customer service dipercaya mampu melayani dan membantu pelanggan
dengan penuh kualitas. Dalam hal ini, customer service dianggap
memiliki pengetahuan, pengalaman, kemampuan, dan kepribadian yang
dapat dipercaya dan diyakini untuk melayani beragam karakter dan
kebutuhan orang lain dengan sempurna.
Etos tidak tergantung kepada tingginya pendidikan seseorang,
atau banyaknya gelar akademis yang dimiliki seseorang. Etos adalah
tentang kemampuan bertindak, mengeksekusi, melakukan,
menghasilkan yang terbaik, dan kerja lapangan yang penuh kualitas.
Etos adalah tentang karakter diri yang hebat, andal, berkualitas,
produktif, berkinerja, dan selalu bergembira dengan pekerjaannya di
wilayah tindakan.
Membangun etos kerja sangat erat kaitannya dengan budaya
organisasi, sehingga harus sejalan dengan budaya organisasi tempat
dimana seseorang bekerja. Menurut Khazanah ada 6 langkah yang
dapat dilakukan antara lain :
1.      Menumbuhkan sikap optimis;
2.      Memotivasi untuk menjadi diri sendiri;
3.      Mendorong keberanian untuk memulai;
4.      Menghargai Kerja dan waktu;
5.      Mengkosentrasikan pada pekerjaan;
6.     Memberi pandangan bahwa bekerja adalah sebuah panggilan
Tuhan. (Khasanah, 2004).
Membangun etos kerja di sekolah dapat juga dilakukan dengan
langkah-langkah sebagai berikut :
Pertama, rumuskanlah tujuan sekolah dengan jelas, tujuan ini
biasanya dituangkan dalam visi dan msi sekolah yang menggambarkan
sebuah kondisi atau keadaan yang akan diraih oleh sekolah di masa
yang akan datang. Jika sekolah sudah mempunyai visi dan misi yang
jelas, misalnya visi sekolah "menjadi salah satu tempat yang
menyenangkan untuk belajra”. Atau bisa juga Anda membuat visi dan
misi "sebagai sekolah yang berintegritas tinggi menjunjung nilai-nilai
kejujuran dan keadilan”.
Kedua, kembangkan sasaran yang akan dicapai sekolah Anda
dalam jangka pendek, satu, dua, atau tiga tahun ke depan. Ini
merupakan jabaran dari visi dan misi sekolah Anda. Bila visi dan misi
ibarat sesuatu yang tidak begitu kongkrit, dalam tahap kedua ini, Anda
membuat jabarannya; sesuatu yang dapat Anda ukur dan monitor baik
dari segi kualitas, kuantitas, waktu, biaya, dan lainnya. Misalnya, meraih
peringkat sepuluh besar nilai ujian nasional, meraih juara OSN tingkat
nasional.
Ketiga, membuat kegiatan proses untuk mencapai sasaran Anda
dalam tahap kedua di atas. Dalam tahapan ini, Anda mulai memikirkan
langkah-langkah untuk mencapainya. Dengan kata lain, Anda membuat
Standard Operating Procedure (SOP). Anda dapat membuat kegiatan
proses pada 'high level,' kemudian Anda kembangkan menjadi lebih rinci.
Ada baiknya Anda membuat prioritas dalam hal ini sebab membuat
kegiatan-kegiatan proses butuh waktu yang relatif panjang.
Selanjutnya untuk meningkatkan etos kerja perlu dilakukan
pembinaan aspek-aspek kecerdasan dalam diri, yaitu:
1.
Kesadaran
: keadaan mengerti akan pekerjaanya.
2.
Semangat
: keinginan untuk bekerja.
3.
Kemauan
: apa yang diinginkan atau keinginan, kehendak
dalam bekerja.




4.
Komitmen
: perjanjian untuk melaksanakan pekerjaan (janji


dalam bekerja).
5.
Inisiatif
: usaha mula-mula, prakarsa dalam bekerja.
6.
Produktif
: banyak menghasilkan sesuatu bagi perusahaan.
7.
Peningkatan
: proses, cara atau perbuatan meningkatkan


usaha, kegiatan dan sebagainya dalam bekerja.
8.
Wawasan
: konsepsi atau cara pandang tentang




bekerja.(Siregar, 2000)
Mengutip kata-kata Menteri Kelautan dan Perikanan Ibu Susi
Pudjiastuti dari sebuah koran nasional, ”Cari pekerjaan yang Anda suka,
berkarier dengan gembira. Kalau Anda gembira, tenaga Anda besar.
Kalau tenaga dan energi Anda besar, niat mengubah juga besar.
Kegembiraan adalah energi. Energi adalah keberhasilan.” Kata-kata dari
Ibu menteri asal Pangandaraan, Jawa Barat ini, merupakan sebuah
ekspresi tentang cara membangun etos pribadi yang andal dan
profesional. Artinya, kalau Anda gembira dengan pekerjaan Anda, dan
Anda ahli dibidang Anda, maka Anda memiliki energi yang luar biasa
untuk menghasilkan kinerja melampaui target.
1.    Berikan pendapat Anda tentang etos kerja !
2.    Jelaskan salah satu etos kerja profesional dan berikan contohnya !
3.    Ada lima hal yang berhubungan erat dengan etos kerja, sebutkan !
4.    Apakah perbedaan faktor internal dan eksternal yang membangun
etos kerja ?
5.    Studi Kasus:
Jika Saudara diangkat sebagai Kepala Sekolah pada sekolah yang
lingkungannya kondusif namun prestasinya rendah, padahal input
peserta didik secara umum baik, sarana dan prasarana belajar
memadai. Dari Kepala Sekolah sebelumnya diperoleh informasi
bahwa semua guru telah memenuhi kualifikasi dan bersertifikat
pendidik, namun dari pengamatan sehari-hari terlihat peserta didik
kurang antusias belajar, kehadiran guru di kelas sering terlambat,
peserta didik sering keluar masuk saat pembelajaran berlangsung.
Bagaimana upaya saudara untuk meningkatkan prestasi sekolah
tersebut ?
Etos kerja adalah karakter, cara hidup, kebiasaan seseorang,
motivasi atau tujuan moral seseorang serta pandangan dunia mereka,
yakni gambaran, cara bertindak ataupun gagasan yang paling
komprehensif mengenai tatanan. Etos Kerja adalah suatu totalitas
kepribadian dari individu serta cara individu mengekspresikan,
memandang, meyakini dan memberikan makna terhadap sesuatu yang
mendorong individu untuk bertindak dan meraih hasil yang optimal (high
performance).
Etos kerja adalah kepribadian individu yang tumbuh dari
karakter, cara hidup, kebiasaan, motivasi atau tujuan moral seseorang
yang diwujudkan dalam sikap dan tindakannya untuk melakukan suatu
pekerjaan.
Untuk menghasilkan layanan publik yang lebih baik harus
dibangun etos kerja yang profesional dengan mengacu pada delapan
etos kerja unggul, yaitu kerja adalah rahmat, kerja adalah amanah, kerja
adalah panggilan, kerja adalah aktualisasi, kerja adalah ibadah, kerja
adalah seni, kerja adalah kehormatan, kerja adalah pelayanan, dengan
mempertimbangkan faktor-faktor internal maupun eksternal.
Membangun etos kerja seseorang erat kaitannya dengan
kepribadian, perilaku, dan karakternya. Setiap orang memiliki internal
being yang merumuskan siapa dia. Selanjutnya internal being
menetapkan respon, atau reaksi terhadap tuntutan external. Respon
internal being terhadap tuntutan eksternal dunia kerja menetapkan etos
kerja seseorang. Oleh Karena itu membangun etos kerja harus dimulai
dengan membangun kepribadian, perilaku, dan karakter yang positif.


1.     Etos kerja berhubungan erat dengan hal-hal berikut, kecuali ....
a.  Kepribadian
b.  Cara hidup
c.  Sikap
d.  Latar belakang
2.     Pernyataan yang paling benar tentang etos kerja adalah ...
a.  karakter, cara hidup, kebiasaan, motivasi atau tujuan moral
seseorang untuk meraih keuntungan.
b.  totalitas kepribadian dari individu serta cara individu
mengekspresikan, memandang, meyakini dan memberikan makna
terhadap sesuatu yang mendorong individu untuk bertindak dan
meraih hasil yang optimal.
c.  sikap yang muncul atas kehendak dan kesadaran sendiri yang tidak
didasari oleh sistem orientasi nilai budaya terhadap kerja.
d.  konsep tentang kerja atau paradigma kerja yang ditentukan oleh
perusahaan sebagai baik dan benar yang diwujudnyatakan melalui
perilaku kerja mereka secara khas.
3.     Etos kerja profesional dapat dilihat dari bagaimana seseorang
memandang pekerjaannya. Seorang pegawai yang bekerja dengan
sungguh-sungguh dengan tulus penuh rasa syukur dan penuh
tanggung jawab, menunjukkan implikasi etos kerja profesional, yaitu...
a.  Kerja adalah ibadah dan rahmat
b.  Kerja adalah amanah dan kehormatan
c.  Kerja adalah rahmat dan amanah
d.  Kerja adalah ibadah dan panggilan.
4.     Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi etos kerja adalah
menyangkut aspek-aspek antara lain ....


gaji
b.     Text Box: a.suasana hati
c.      budaya
d.     keyakinan agama
5.     Setiap orang memiliki internal being yang merumuskan siapa dia, oleh
karena itu membangun etos kerja harus dimulai dengan memabangun
a.     Karakter, kepribadian, dan perilaku
b.     Kepribadian, keyakinan agama, dan sistem sosial
c.      Perilaku, status sosial, dan kepercayaan diri
d.     Kemauan, komitmen, dan inisiatif


Budaya Sekolah adalah nilai-nilai dominan yang mendukung
atau falsafah yang menuntun pengembangan kebijakan sekolah
terhadap semua komponen sekolah termasuk stakeholders pendidikan.
Diantara komponen yang dimaksud adalah pelaksanaan pekerjaan serta
asumsi atau kepercayaan dasar yang dianut oleh warga sekolah. Budaya
sekolah berkembang merujuk pada suatu sistem nilai, kepercayaan dan
norma-norma yang diterima secara bersama, serta dilaksanakan dengan
penuh kesadaran sebagai perilaku alami.
Budaya Sekolah dibangun oleh tiga elemen, yaitu kebiasaan-
kebiasaan baik, nilai-nilai, dan norma yang tumbuh dan berkembang di
lingkungan sekolah dengan.
Pengembangan budaya bertujuan untuk menciptakan iklim
sekolah yang kondusif melalui pengembangan komunikasi dan interaksi
yang sehat antara kepala sekolah dengan peserta didik, pendidik, tenaga
kependidikan, orang tua peserta didik, masyarakat, dan pemerintah.
Manfaat pengembangan budaya sekolah adalah untuk menjamin
kualitas kinerja dan meningkatkan kepuasan kerja seluruh warga
sekolah. Upaya pengembangan budaya sekolah dilakukan dengan
menerapkan prinsip-prinsip dan azas-azas pengembangan sekolah yang
meliputi aspek hubungan antar personal dan aspek operasional, yaitu
kerjasama tim (team work), kemampuan, keinginan, kegembiraan
(happiness), hormat (respect), Jujur (honesty), Disiplin (discipline),
Empati (empathy), dan pengetahuan dan kesopanan.
Budaya sekolah yang baik akan mendorong iklim sekolah yang
kondusif sehingga menumbuhkan etos kerja yang tinggi karena etos
kerja seseorang erat kaitannya dengan kepribadian, perilaku, dan
karakternya. Oleh karena itu membangun etos kerja hakikatnya adalah
membangun kepribadian, perilaku, dan karakter manusia.


Untuk membangun sekolah yang kondusif ada 3 (tiga) hal utama
yang harus perhatikan, yaitu:                                   1) Mengembangkan
keharmonisan hubungan yang direalisasikan dalam komunikasi,
kolaborasi untuk meningkatkan partisipasi, 2) Mengembangkan
keamanan baik secara psikologis, fisik, sosial, dan keamanan kultural, 3)
Mengembangkan lingkungan sekolah yang agamis, lingkungan fisik
sekolah yang bersih, indah, dan nyaman, mengembangkan lingkungan
sekolah yang kondusif secara akademik. Pendidik dan peserta didik
memiliki motif berprestasi serta keyakinan yang tinggi untuk mencapai
target belajar yang bernilai dengan suasana yang berdisiplin dan
kompetitif.
Mengembangkan budaya sekolah dapat dilakukan dengan
empat langkah sebagai berikut :
1.     Analisis Lingkungan eksternal dan internal;
2.     Merumuskan strategi yang meliputi penetapan visi-misi yang menjadi
arah pengembangan, tujuan pengembangan, stategi
pengembangan, dan penetapan kebijakan;
3.     Implementasi strategi, langkah ini harus dapat menjawab bagaimana
caranya sekolah melaksanakan program;
4.     Monitoring dan evaluasi.
Etos kerja adalah karakter, cara hidup, kebiasaan seseorang,
motivasi atau tujuan moral seseorang serta pandangan dunia mereka,
yakni gambaran, cara bertindak ataupun gagasan yang paling
komprehensif mengenai tatanan. Etos Kerja adalah suatu totalitas
kepribadian dari individu serta cara individu mengekspresikan,
memandang, meyakini dan memberikan makna terhadap sesuatu yang
mendorong individu untuk bertindak dan meraih hasil yang optimal (high
performance).
Untuk menghasilkan layanan publik yang lebih baik harus
dibangun etos kerja yang profesional dengan mengacu pada delapan
etos kerja unggul, yaitu kerja adalah rahmat, kerja adalah amanah, kerja
adalah panggilan, kerja adalah aktualisasi, kerja adalah ibadah, kerja
adalah seni, kerja adalah kehormatan, kerja adalah pelayanan, dengan
mempertimbangkan faktor-faktor internal maupun eksternal.
Membangun etos kerja seseorang erat kaitannya dengan
kepribadian, perilaku, dan karakternya. Setiap orang memiliki internal
being yang merumuskan siapa dia. Selanjutnya internal being
menetapkan respon, atau reaksi terhadap tuntutan external. Respon
internal being terhadap tuntutan eksternal dunia kerja menetapkan etos
kerja seseorang. Oleh Karena itu membangun etos kerja harus dimulai
dengan membangun kepribadian, perilaku, dan karakter yang positif.
Pengembangan budaya sekolah merupakan upaya
meningkatkan mutu sekolah melalui pengelolaan komprehensif aspek-
aspek implisit maupun eksplisit membutuhkan pengetahuan dan
kompetensi manajerial yang mampu menggerakkan seluruh stakeholder
untuk mewujudkan cita-cita bersama yang tertuang dalam visi dan misi
sekolah sehingga mampu menciptakan iklim sekolah yang kondusif
dengan etos kerja yang tinggi.
Tindak lanjut yang harus dilakukan oleh Kepala Sekolah sebagai
manajer dan pimpinan tertinggi di sekolah bersama seluruh elemen
sekolah harus mampu menyusun program pengembangan sekolah
dengan memperhatikan hasil evaluasi diri sekolah dan analisis konteks
untuk menggali dan menumbuh kembangkan budaya sekolah.
Text Box: Azas
Budaya
Konsep
Misi
Nilai
Norma
Prinsip
Sekolah
Strategi
Visi
:    dasar (sesuatu yang menjadi tumpuan berpikir atau
berpendapat).
: sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sudah sukar
diubah
: ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret
: tugas yang dirasakan orang sebagai suatu kewajiban untuk
melakukannya demi agama, ideologi, patriotisme, dan
sebagainya
: sesuatu yang menyempurnakan manusia sesuai dengan
hakikatnya
: aturan atau ketentuan yang mengikat warga kelompok dalam
masyarakat, dipakai sebagai panduan, tatanan, dan pengendali
tingkah laku yang sesuai dan berterima
: kebenaran yang menjadi pokok dasar berpikir, bertindak, dan
sebagainya
: bangunan atau lembaga untuk belajar dan mengajar serta
tempat menerima dan memberi pelajaran (menurut
tingkatannya
: rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai
sasaran khusus
: pandangan atau wawasan ke depan


Fullan Michael, 2001. Leading in A Culture of Change, Jossey-Bass, San
Francisco.
Hasibuan. M. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bumi Aksara,
Jakarta.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 103 Tahun
2013. Tentang Standar Proses Pendidikan Dasar Dan Menengah.
Jakarta : Kemdikbud
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2013
Tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar Dan
Menengah. Jakarta : Kemendikbud
Kemdikbud. 2007. Pengembangan Budaya dan Iklim Pembelajaran di
Sekolah (materi diklat pembinaan kompetensi calon kepala
sekolah/kepala sekolah). Jakarta
Koentjaraningrat. 1987. Kebudayaan, Mentalitas, dan Pembangunan,
Gramedia. Jakarta.
Robbins, Stephen P. 1996. Organitational Behavior. Buku 2 Edisi Bahasa
Indonesia. Jakarta: PT. Prenhallindo.
Stolp, Stephen .1994. Leadership for School Culture. Eric Digest. USA
Penyelesaian tugas ini bertujuan untuk meningkatkan kompetensi
kepala sekolah mampu mengelola sumber daya yang sekolah miliki secara
efektif dalam menjamin terwujud keunggulan budaya sekolahnya pada
implementasi kurikulum melalui pembangunan budaya sekolah.
Pengembangan budaya diharapkan berfungsi dalam mengembangkan
suasana sekolah, suasana kelas, dan membangun hubungan yang harmonis
seluruh warga sekolah. Melalui pengembangan itu tumbuh norma, keyakinan,
sikap, karakter, dan motif berprestasi seluruh warga sekolah sehingga
menunjang pengembangan sikap pikir dan tindak warga sekolah yang positif.
Hasil perumusan ini diharapkan menjadi bahan penyusunan program
tahunan sekolah.
Text Box: Arah pengembangan budaya sekolah
 
Berdasarkan diagram di atas, kepala sekolah mengembangkan budaya
pada
Kepala sekolah sekurang-kurangnya memperhatikan ruang lingkup
kegiatan pengembangan budaya sekolah meliputi.......................................


















 


Pertanyaan : Apakah tujuan pengembangan budaya sekolah?
Jawaban :.............................................................................................
Pertanyaan       : Apakah langkah-langkah pengembangan budaya
sekolah?
Jawaban           :.........................................................................................
Pertanyaan : Apakah indikator dan target pengembangan budaya
sekolah pada sekolah yang Saudara pimpin ?
1.  Indikator keberhasilan pengembangan budaya
sekolah
Contoh:
     Memiliki keyakinan yang tinggi dalam
melaksanakan kurikulum 2013
     Meningkatkan mutu komunikasi dengan seluruh
pihak yang berkepentingan.
2.   Target kinerja tahun 2017
     Menetapkan target keberhasilan pembelajaran
setiap indikator pencapaian berlajar siswa di atas
standar nasional.
    
• .
Pertanyaan : Apakah indikator dan target pengembangan budaya
sekolah pada sekolah yang Saudara pimpin ?
1.   Kondisi Nyata Pengembangan Budaya Sekolah
Contoh:
     Pengembangan budaya sekolah selama ini belum
terprogram
    
• .
2.   Kondisi Yang Diharapkan
Contoh:
     Komunikasi warga sekolah semakin sehat dan
produktif.
    
• .
Pertanyaan : kegiatan prioritas yang dapat sekolah lakukan dalam
pengembangan budaya sekolah ?
Kegiatan yang menjadi prioritas dalam pengembangan
budaya sekolah meliputi:
1.   Peningkatan komunikasi antar warga sekolah dalam
menetapkan keputusan bersama, melaksanakan
kegiatan dersama, dan mengevaluasi perkembangan
budaya.
2.   Peningkatkan kolaborsi guru dalam mengembangkan
keberterimaan seluruh warga sekolah dalam
melaksanakan kurikulum 2013.
3.   Peningkatan partisipasi siswa dalam.............................
4..
Pertanyaan : Bagaimana strategi untuk melaksanakan kegiatan dan
memantau keberhasilan ?
1.  Strategi pelaksanaan kegiatan pengembangan
budaya sekolah meliputi;
     Visi dan misi sekolah sebagai poros pembaharuan
sekolah.
     Pengembangan kesehatan komunikasi sebagai
landasan peningkatan kerja sama.
2.  Teknik pemantauan pelaksanaan kegiatan
pengembangan budaya sekolah meliputi;
     Pengembangan tim penjaminan mutu.....................
     Pelaksanaan pembantauan berkala melalui
pertemuan rutin............................................................
Pernyataan : Bagaimana mengolah data dan menafsirkan data hasil
evaluasi ?
1.  Melalui kegiatan evaluasi diharapkan dapat terhimpun
data sebagai berikut
     Keterlaksanaan pengembangan komunikasi
     ........................................................................................
2.  Instrumen Evaluasi Keterlaksanaan dan Keberhasilan
Pengembangan Budaya Sekolah
• .......................................................................................... 

No comments:

Post a Comment